BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di
dalam penyelesaian sengketa alternatif kita mengenal adanya mediasi. sebelum
kita membahas tentang mediasi,ada baiknya jika kita mengetahui dahulu definisi
dari mediasi. Mediasi merupakan kosakata atau istilah yang berasal dari
kosakata Inggris, yaitu mediation.
Para sarjana Indonesia kemudian lebih suka mengindonesiakannya menjadi
“mediasi” seperti halnya istilah-istilah lainnya, yaitu negotiation
menjadi”negosiasi”, arrbitration menjadi “arbitrase”, dan ligitation menjadi
“ligitasi”.
Dalam
kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi. Menurut Prof. Takdir Rahmadi,
mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih
melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak
memilih kewenangan memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas
memberikan bantuan prosedural dan substansial. Dengan demikian, dari definisi
atau pengertian mediasi ini dapat diidentifikasikan unsur-unsur esensial
mediasi, yaitu :
·
Mediasi merupakan cara
penyelesaian sengketa melalui perundingan berdasarkan pendekatan mufakat atau
konsensus para pihak;
·
Para pihak meminta
bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang disebut mediator;
·
Mediator tidak memiliki
kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam
mencari penyelesaian yang dapat diterima para pihak.
Pendekatan
konsensus atau mufakat dalam proses mediasi mengandung pengertian, bahwa segala
sesuatu yang dihasilkan dalam proses mediasi harus merupakan hasil kesepakatan
atau persetujuan para pihak. Mediasi dapat ditampuh oleh para pihak yang
terdiri atas dua pihak yang bersengketa maupun oleh lebih dari dua pihak
(multiparties). Penyelesaian dapat dicapai atau dihasilkan jika semua pihak
yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu.
Mediator
sebagai pihak ketiga di dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa alternatif
memilki beberapa fungsi. Menurut Fuller, fungsi mediator yakni sebagai
katalisator, pendidik, penerjemah, narasumber, penyandang berita jelek,agen
realitas, dan sebagai kambing hitam (scapegoat).
1.
Fungsi sebagai “katalisator”, diperlihatkan dengan kemampuan mendorong
lahirnya suasana yang konstruktif bagi dialog atau komunikasi diantara para
pihak dan bukan sebaliknya, yakni menyebarkan terjadinya salah pengertian dari
polarisasi diantara para pihak;
2.
Sebagai “pendidik”,
dimaksudkan berusaha memahami kehendak, aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan
politis, dan kendala usaha dari para pihak;
3.
Sebagai “penerjemah”,
mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu
kepada pihak lainnya melalui bahasa, atau ungkapan yang enak didengar oleh
pihak lainnya, tetapi tanpa mengurangi maksud atau sasaran yang hendak dicapai
oleh sipengusul.
4.
Sebagai “narasumber”,
mediator harus mampu mendayagunakan dan melipatgandakan kemanfaatan
sumber-sumber informasi yang tersedia.
5.
Sebagai “penyandang
berita jelek”, mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses
perundingan dapat bersikap emosional, maka mediator harus siap menerima
perkataan dan ungkapan yang tidak enak dan kasar dari salah satu pihak.
6.
Sebagai “agen realitas”,
mediator harus memberitahu atau memberi pengerian secara terus terang kepada
satu atau para pihak, bahwa sasarannya tidak mungkin atau tidak masuk akal
untuk dicapai melalui sebuah proses perundingan.
7.
Sebagai “kambing
hitam”, mediator harus siap menjadi pihak yang dipersalahkan apabila
orang-orang yang dimediasi tidak merasa sepenuhnya puas terhadap
prasyarat-prasyarat dalam kesepakatan.
Pada
tanggal 11 September 2003 yang lalu Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan
Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2003 yang mengatur tentang mediasi. Perma
ini dirancang oleh Mahkamah Agung dan Indonesia Institute for Conflict
Transformation (IICT), yaitu organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang
transformasi dan manajemen konflik. Sejauh ini IICT telah memberikan sumbangsih
atas penyelenggaraan penyelesaian sengketa secara efektif melalui upaya untuk
mengembangkan pola-pola resolusi konflik untuk membangun masyarakat yang
demokratis, harmonis, menghargai kemajemukan dan kesetaraan serta mengembangkan
pola-pola penyelesaian sengketa yang mencerminkan keadilan prosedural dan
subtansial.
Menurut
teori ada beberapa definisi mengenai mediasi, tapi secara umum mediasi
sebenarnya merupakan bentuk dari dari proses alternatif dispute resolution
(ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa. Penyebutan alternatif penyelesaian
sengketa ini dikarenakan mediasi merupakan satu alternatif penyelesaian
sengketa disamping pengadilan yang bersifat tidak memutus, cepat, murah dan
memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh keadilan atau
penyelesaian yang memuaskan. Dalam proses mediasi ini juga dibantu oleh pihak
ketiga yang netral (mediator) yang dipilih oleh para pihak.
Ada 2 jenis
mediasi, yaitu di luar dan di dalam pengadilan. Mediasi yang berada di dalam
pengadilan diatur oleh Perma ini. Namun ada juga mediasi di luar pengadilan.
Mediasi di luar pengadilan di Indonesia terdapat dalam beberapa Undang-undang
(UU) yang sudah dimuat, seperti UU tentang Lingkungan, UU tentang Kehutanan, UU
tentang Ketenagakerjaan dan UU tentang Perlindungan Konsumen.
Mediasi
memiliki banyak sisi positif. Menurut Bindshedler, mediasi mempunyai sisi
positif sebagai berikut:
1.
Mediator sebagai penengah dapat memberikan usulan-usulan kompromi diantara para
pihak;
2.
Mediator dapat memberikan usaha-usaha atau jasa-jasa lainnya, seperti memberi
bantuan dalam melaksanakan kesepakatan, bantuan keuangan, mengawasi pelaksanaan
kesepakatan, dan lain-lain
3.
Apabila mediatornya adalah negara, biasanya negara tersebut dapat menggunakan
pengaruh dari kekuasaannya terhadap para pihak yang bersengketa untuk mencapai
penyelesaian sengketanya.
4.
Negara sebagai mediator biasanya memiliki fasilitas teknis yang lebih memadahi
daripada orang perorangan.
Keunggulan mediasi dibandingkan dengan metode penyelesaian
sengketa yang lain adalah proses mediasi relatif lebih mudah dibandingkan
dengan alternatif penyelesaian sengketa yang lain. Para pihak yang bersengketa
juga mempunyai kecenderungan untuk menerima kesepakatan yang tercapai karena kesepakatan
tersebut dibuat sendiri oleh para pihak bersama-sama dengan mediator. Dengan
demikian, para pihak yang bersengketa merasa memiliki putusan mediasi yang
telah tercapai dan cenderung akan melaksanakan hasil kesepakatan dengan baik.
Putusan mediasi juga dapat digunakan sebagai dasar bagi para pihak yang
bersengketa untuk melakukan perundingan-perundingan ataupun negosiasi diantara
mereka sendiri jika suatu saat dibutuhkan bila timbul sengketa yang lain
diantara para pihak yang bersengketa tanpa perlu melibatkan mediator.
Keuntungan yang lain adalah terbukanya kesempatan untuk menelaah lebih dalam
masalah-masalah yang merupakan dasar dari suatu sengketa. Terkadang dalam
menyikapi suatu masalah, para pihak yang berkonflik belum mengkaji secara
mendalam mengenai pokok masalah yang ada. Para pihak tentu lebih mengutamakan
kepentingan negaranya sendiri. Dengan adanya proses mediasi dapat dilakukan
telaah yang lebih mendalam dengan informasi dan data-data yang diberikan oleh
kedua belah pihak yang bersengketa. Pada akhirnya telaah ini dapat lebih
bersifat objektif karena didasarkan pada informasi dan kepentingan dari kedua
belah pihak. Dalam proses mediasi penting bagi pihak yang bersengketa untuk
saling mempercayai bahwa semua pihak akan melaksanakan hasil putusan mediasi
dengan baik sehingga dapat dihindari rasa bermusuhan dan dendam.
Sedangkan sisi negatif dari mediasi adalah bisa saja
mediator lebih memihak kepada salah satu pihak. Selain itu kelemahan dari
proses mediasi adalah waktu yang dibutuhkan sangat lama karena harus
mempertemukan kedua pihak dan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan
dan dari pertentangan-pertentangan tersebut harus dirumuskan sebuah
kesepakatan. Tercapai atau tidaknya kesepakatan sangat tergantung dari itikad
baik para pihak untuk menyelesaikan sengketa dalam proses mediasi. Jika tidak
ada itikad baik dalam proses mediasi dari kedua belah pihak, kesepakatan tidak
akan pernah tercapai dan konflik pun tidak dapat terselesaikan. Selain itu
dalam proses mediasi harus dimunculkan informasi yang cukup sebagai bahan
perundingan. Informasi-informasi yang disampaikan oleh kedua belah pihak
menjadi sangat penting bagi mediator untuk dapat segera memberikan pendapatnya
terhadap konflik yang tengah terjadi. Selain itu kedua belah pihak harus
memberikan kewenangan yang cukup bagi mediator untuk menjadi penengah dalam
konflik yang sedang dihadapi oleh kedua pihak. Kepatuhan para pihak dalam
menaati kesepakatan yang dibuat dan pengaruh mediator dalam proses mediasi
sangat mempengauhi kesepakatan yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang
bersengketa.
Proses mediasi berjalan lebih
informal dan dikontrol oleh para pihak. Dalam proses mediasi ini lebih
merefleksikan kepentingan prioritas para pihak dan mempertahankan kelanjutan
hubungan para pihak.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian mediasi?
2. Kenapa harus
ada mediasi?
3. Kapan mediasi
dilakukan?
4. Siapa yang
melakukan mediasi?
5. Dimana
mediasi dilaksanakan?
6. Bagaimana
prosedur dari mediasi?
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian mediasi.
2. Mengetahui
dari mediasi.
3. Mengetahui
kapan mediasi dilakukan
4. Mengetahui
siapa yang melakukan mediasi.
5. Mengetahui
dimana mediasi dilaksanakan
6. Mengetahui
bagaimana prosedur dari mediasi
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian
mediasi
Dalam
kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi. Menurut Prof. Takdir Rahmadi,
mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih
melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak
memilih kewenangan memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas
memberikan bantuan prosedural dan substansial.
Tetapi
menurut Peraturan Mahkamah Agung, Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 ayat (6)
PERMA No. 2 tahun 2003)..
2..Kenapa Ada
Mediasi
a. karena
pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi
salah satu instrumen efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di
pengadilan.
b. karena
mediasi merupakan salah satu proses lebih cepat dan murah, serta dapat
mernberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan
atau penyelesaian yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi;
c. karena
institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat
dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa
disamping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif);
d. karena hukum
acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, rnendorong para
pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara
mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan
tingkat pertama;
3.Kapan mediasi
dilakukan untuk
Sesuai
dengan pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2/2003 tentang
prosedur mediasi di pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia, bahwa semua
perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk lebih
dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator
4.Siapa yang
wajib melakukan mediasi.
Para
pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa
mereka ke pengadilan tingkat pertama untuk memperoleh penyelesaian. (pasal 1
ayat (7) PERMA No. 2 tahun 2003)
5. Dimana
Mediasi Dilakukan
Dalam
Perma Nomor 2 tahun 2003 diatur bahwa mediasi bisa dilaksanakan di dalam dan
diluar pengadilan. Jika proses mediasi dilaksanakan di dalam pengadilan maka
pelaksanaannya gratis karena memakai fasilitas pengadilan. Tetapi jika proses
mediasi dilaksanakan di luar pengadilan, maka para pihak harus bersepakat
mengenai tempat, biaya dan sebagainya yang diperlukan.
6. Bagaimana
Prosedur Mediasi
Proses
mediasi itu awalnya sama seperti orang berperkara biasa, dimana penggugat
mendaftarkan perkaranya. Kemudian pada hari pertama sidang hakim mewajibkan
para pihak untuk menempuh mediasi. Dalam Perma ini juga diberikan beberapa
pilihan. Artinya mediator itu tidak harus hakim, tapi juga bisa non hakim, dan
tidak harus di pengadilan, namun bisa juga di luar pengadilan. Yang paling
penting hakim dengan sedemikian rupa mencoba mendamaikan mereka melalui
mediasi. Alternatifnya, ada para pihak yang tetap tidak mau damai/mediasi
karena udah terlanjur benci atau ada perasaan negatif dengan institusi
pengadilan jika proses mediasinya dilaksanakan di dalam pengadilan. Oleh sebab
itu mereka boleh melakukan proses mediasi di luar pengadilan, tapi mereka
terlebih dahulu sudah meregister seperti halnya dalam meregister perkara biasa.
Kemudian hakim membuka sidang dan menawarkan serta mengupayakan perdamaian atau
mediasi.
Yang
jelas pengupayaan itu dilakukan pada saat sidang yang pertama kali. Hal itu
telah diatur dalam hukum acara sendiri. Jadi para pihak harus menempuh proses
perdamaian itu. Tentunya ada waktu-waktu tertentu. Kalau misalnya memilih di
luar pengadilan paling lama waktunya itu satu bulan, dan kalau dalam pengadilan
itu 22 hari.
Sebelum
memulai proses persidangan, hakim mengupayakan perdamaian terlebih dahulu,
yaitu dengan menawarkan apakah para pihak bersedia untuk menyelesaikan
perselisihan melalui mediasi atau tidak. Para pihak diberi jangka waktu satu
hari untuk memilih mau melaksanakan proses mediasi dimana (di luar atau di
dalam pengadilan). Kalau misalnya tidak bisa juga atau mereka tidak mengambil
keputusan akan hal itu maka hakim yang akan memutuskan dimana proses mediasi
akan dilakasanakan. Kalau proses mediasi dilaksanakan di dalam maka para pihak
boleh memilih hakim-hakim yang akan jadi mediatornya.
Mediasi
itu sebenarnya bagian dari alternatif penyelesaian sengketa. Tapi yang kita
bicarakan disini adalah mediasi yang kita sebut court connected mediation
artinya mediasi di dalam ruang lingkup pengadilan. Namun karena dia adalah
pemberdayaan dari Pasal 130 HIR maka mediasi menjadi wajib sifatnya. Tapi pengertian
mediasi secara umum memang seperti yang saya katakan, yaitu mediasi di dalam
perma itu memang sifatnya mandatory, tapi nature dari mediasi sendiri itu
adalan voluntary atau sukarela.
Untuk
memulai suatu proses mediasi di pengadilan itu para pihak dalam hal ini
penggugatnya (semua dalam mediasi adalah perkara perdata) harus mengajukan
gugatan, pendaftaran perkara, melewati ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk
majelis hakim dan pada hari yang ditentukan yaitu pada hari pertama sidang
majelis hakim harus mengupayakan perdamaian kepada para pihak. Dengan
mengupayakan perdamaian itu diarahkan agar para pihak melalui proses mediasi
dulu. Dalam Perma tentang Mediasi ditentukan bahwa majelis hakim yang menangani
perkara itu berbeda dengan mediator yang nanti akan mencoba mendamaikan kedua
belah pihak. Jadi kalau tadinya ada kekhawatiran bahwa hakim itu naturenya
selalu keras karena mungkin selama ini dia memang dididik untuk seperti itu,
maka dengan adanya Perma ini pandangan seperti harus diubah, karena hakim itu
tidak selalu bersifat memutus. Selain itu mediator yang ada di pengadilan atau
yang akan ada di proses mediasi itu sebelumnya sudah ditraining. Dalam perma
ini memang yang menjadi mediator itu ada 2, yaitu hakim dan non hakim yang akan
melewati pelatihan khusus mediator.
Saat
ini kita sedang menyusun kriteria mediator non hakim itu kira-kira siapa saja.
Kalau kita lihat di berbagai negara, mediator non hakim itu ada pengacara,
pensiunan hakim. Mungkin kalau di indonesia juga bisa pemuka adat atau pemuka
agama. Artinya tidak hanya terbatas pada orang yang bergerak di bidang hukum
saja.
Kesepakatan
damai itu yang telah dicapai para pihak haruslah merupakan haruslah acceptable
solution. Jadi kesepakatan tersebut merupakan kesepakatan yang diterima oleh kedua
belah pihak dan menguntungkan kedua belah pihak. Tidak harus win-win solution,
tapi ada garis yang bisa diambil menjadi kesepakatan. Artinya kedua belah pihak
sama-sama menerima keputusan itu, karena kalau misalnya ternyata kedua belah
pihak itu tidak menerima keputusan itu akan berpengaruh kepada implementasi
dari kesepakatan itu.
Berjalanannya
proses mediasi tidak terlepas dari peran seorang mediator. Mediator memegang
peranan krusial dalam menjaga kelancaran proses mediasi. Terdapat banyak teori
mengenai tugas seorang mediator. Namun secara umum terdapat 7 tugas seorang
mediator. Pertama mediator harus menjalin hubungan dengan para pihak yang
bersengketa agar para pihak tidak menjadi takut untuk mengemukakan pendapatnya.
Kedua, mediator juga harus memilih strategi untuk membimbing proses mediasi dan
mengumpulkan serta menganalisa proses mediasi dan latar belakang sengketa. Hal
ini penting untuk dilakukan agar mediator dalam mengarahkan mengetahui jalur
penyelesaian sengketa ini bagaiamana dan selanjutnya menyusun rencana-rencana
mediasi serta membangun kepercayaan dan kerjasama. Bentuk mediasi dapat berupa
sidang-sidang mediasi. Ketiga, mediator harus mampu untuk merumuskan masalah
dan menyusun agenda, karena kadang-kadang yang kelihatan dari luar itu
sebenarnya yang besar-besarnya saja. Sebenarnya kalau dalam persengketaan itu
ada kepentingan lain yang dalam teori Alternatif Dispute Resolution (ADR)
disebut interest base/apa yang benar-benar para pihak mau. Interest base itu
kadang-kadang tidak terungkap di luar proses ADR. Keempat, Mediator juga harus
mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak. terkadang ada para pihak
yang beritikad tidak baik, dan hal itu tidak boleh. Keenam, mediator juga harus
membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa, pintar dan jeli dalam memandang
suatu masalah. Ketujuh, Mediator dapat menganalisa pilihan-pilihan tersebut
untuk diberikan kepada para pihak dan akhirnya sampai pada proses tawar menawar
akhir dan tercapai proses penyelesaian secara formal berupa kesepakatan antar
para pihak. Sebaiknya yang hadir dalam proses mediasi adalah pihak-pihak yang
mengambil keputusan agar jangan sampai terjadi ketimpangan
Dalam
Perma Nomor 2 tahun 2003 diatur bahwa mediasi bisa dilaksanakan di dalam dan
diluar pengadilan. Jika proses mediasi dilaksanakan di dalam pengadilan maka
pelaksanaannya gratis karena memakai fasilitas pengadilan. Tetapi jika proses
mediasi dilaksanakan di luar pengadilan, maka para pihak harus bersepakat
mengenai tempat, biaya dan sebagainya yang diperlukan.
Di
atas disebutkan bahwa mediator harus mampu untuk menggali masalah, termasuk
masalah yang tidak terungkap. Tahap ini kurang lebih merupakan tahap pembuktian
apabila di sidang pengadilan. Untuk memperoleh data-data yang belum terungkap,
maka keahlian dari si mediator sangat diperlukan. Jadi si mediator harus
mencoba untuk menggali kepentingan-kepentingan dan mencoba supaya para pihak
bisa mengerti dan kemudian menyusun solusinya. Mediator harus berhati-hati
juga, karena mediasi itu ada unsur art and science, jadi si mediator
berhati-hati dalam mengemukakan atau menggali kepentingan-kepentingan yang ada.
Jika ia tidak berhati-hati bisa-bisa mediator itu akhirnya dibilang tidak
netral. Sebenarnya di dalam mediasi itu tidak ada yang namanya extensive discovery.
Setelah
pemilihan penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen
yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan dan hal-hal
lain yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak. Semua hal itu
harus diungkapkan dalam proses mediasi untuk memudahkan para pihak. Namun dalam
proses mediasi, dimungkinkan pemanggilan saksi ahli atas persetujuan para
pihak, untuk memberikan penjelasan dan pertimbangan yang dapat membantu para
pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Semua biaya jasa ahli itu ditanggung
oleh para pihak berdasarkan kesepakatan. Namun apabila proses mediasi tersebut
tidak berhasil dan para pihak ternyata melanjutkan perselisihan tersebut ke
pengadilan, maka sebaiknya dipakai saksi ahli yang lain, kecuali orang yang
ahli di bidang itu hanya sedikit atau hanya satu orang. Saksi ahli itu
dipanggil untuk penyelesaian perbedaan sesuai dengan ilmu dan keahliannya. Apa
yang dia ungkapkan pada proses mediasi maupun pengadilan itu sifatnya bukan
untuk memihak salah satu pihak melainkan berbicara mengenai fakta sebenarnya.
Fungsi mediator disini hanya mengarahkan aja. Perlu tidaknya keterangan saksi
ahli tergantung para pihak.
Jangka
waktu proses mediasi telah ditentukan dalam Perma. Untuk mediasi di luar pengadilan
jangka waktunya 30 hari. Sedangkan apabila proses mediasi tersebut berjalan di
dalam pengadilan, maka jangka waktu proses mediasi tersebut adalah 22 hari
setelah penunjukan mediator. Jadi nanti setelah waktu yang ditetapkan itu
kembali ke pengadilan. Kemudian dimintakan penetapan oleh hakim. Jika dalam
batas waktu yang ditentukan yaitu 22 atau 30 hari itu tidak tercapai kata
sepakat mediasi itu wajib dinyatakan gagal oleh mediator dan hal itu harus
dilaporkan oleh mediator ke majelis hakimnya untuk melanjutkan pemeriksaan
perkara dengan proses biasa. Agar tidak rancu, proses mediasi di luar
pengadilan artinya tetap di lingkungan pengadilan, tapi mediatornya bukan
berasal dari mediator yang ada dalam list mediator yang diajukan pengadilan.
Di
Indonesia proses mediasi memang untuk memang perdata. Di luar negeri
pelanggaran itu bisa melalui proses mediasi. Namun hukum di Indonesia
mengkategorisasikan pelanggaran ke dalam hukum pidana. Sehingga untuk
pelanggaran tidak mungkin diselesaikan melalui proses mediasi.
Pada
dasarnya proses mediasi tertutup untuk umum kecuali untuk kasus-kasus publik
seperti lingkungan, yang melibatkan banyak pihak. Mediasi untuk kasus
lingkungan di atas dilaksanakan secara terbuka karena melibatkan banyak pihak,
jadi sudah semestinya membuka akses informasi kepada publik.
Apabila
dalam jangka waktu yang telah ditentukan namun proses mediasi belum berhasil,
maka dokumen-dokumen yang dipakai pada saat proses mediasi tidak boleh
dipergunakan di persidangan. Larangan tersebut didasari dengan alasan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan jika misalnya ada pihak yang
beritikad tidak baik. Yang harus dimusnahkan adalah notulen atau catatan
mediator. Selain itu pengakuan para pihak yang ada dalam proses mediasi itu
juga tidak boleh dibeberkan lagi pada saat sidang. Bahkan mediator atau salah
satu pihak yang terlibat dalam proses mediasi juga tidak dapat diminta menjadi
saksi dalam persidangan untuk kasus yang sama,
Dalam
pelatihan mediator juga diajarkan bagaimana cara mediator mencoba menjadi
activism, menjadi fasilitator dan mempunyai communication skill . Proses
mediasi ini dikontrol oleh para pihak. Jadi itu kuncinya. Jika terjadi proses
mediasi misalnya antara saya dengan A, kemudian di tengah proses mediasi ini
saya merasa mediator sudah mulai tidak netral dan memihak kepada A, maka saya
bisa saja bilang bahwa saya tidak setuju dengan proses mediasi ini karena
mediator tidak netral. Saya dapat meminta agar mediator diganti atau saya
anggap mediasi ini gagal.
Sebagaimana
telah diuraikan di atas, maka hasil dari proses mediasi dalah kesepakatan antar
para pihak. Kesepkatan tersebut dituangkan dalam suatu akta perdamaian yang
bersifat final dan binding serta berkekuatan hukum tetap. Sehingga menkanisme
pengawasan pelaksanaan kesepakatan tersebut sama seperti eksekusi putusan biasa
yang berkekuatan hukum tetap, yaitu dari pihak pengadilan sendiri.
Proses
penyelesaian melalui mediasi diawali dengan mediator mengadakan pertemuan
dengan para pihak secara terpisah-pisah/kaukus sebelum pertemuan lengkap
diselenggarakan untuk mengetahui informasi apa saja yang boleh dan tidak boleh
diungkap dalam pertemuan lengkap. Artinya pada tahap ini sudah ada peringatan
dari mediator. Misalnya seperti larangan menyerang pihak lawan dengan bahasa
yang memang tidak enak didengar. Kemudian mediator dapat mempengaruhi apa yang
disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lawannya dengan cara memodifikasi
pesan dalam bahasa yang dapat diterima dan dipahami oleh kedua belah pihak.
Terkadang kita berbicara sesuatu tapi belum tentu lawan bicara kita menangkap
apa yang kita maksudkan. Mediator bisa membatasi atau menginterupsi salah satu
pihak kalau misalnya yang dibicarakan itu menyangkut hal yang sensitif bagi
pihak lain. Sebelum melakukan proses mediasi, para pihak sudah harus memasukan
data tentang persengketaan. Data ini sebenarnya cukup melalui pengumpulan data,
dan hasilnya dianalisis untuk kemudian disusun rencana atau strategi mediasi.
Mediator
juga dapat melakukan pencarian data-data ke lapangan agar dia lebih sensitif.
Namun lagi-lagi, mediator disini bukan sebagai pihak yang memutus, melainkan
lebih kepada pihak yang mengkondisikan agar pertemuan dapat melahirkan
kesepakatan-kesepakatan berdasarkan kepentingan para pihak.
Dalam
teori mediasi, analisa konflik dari bahan-bahan yang sudah dikumpulkan tadi
dapat dilakukan dengan memahami apa yang disebut circle of conflict/lingkaran
konflik. Dalam lingkaran konflik itu ada 5 kategori masalah yang dapat
dijadikan dasar dalam melakukan analisa konflik. Misalnya masalah hubungan
antara para pihak, seperti “ada apa sebenarnya diantara para pihak?, kenapa
keduanya tetap ngotot, pernah bersengketa sebelumnya atau bagaimana? dan
sebagainya. Kemudian masalah ketidaksepakatan tentang data. Misalnya ketika
dikonfrontir jawabnya selalu mengelak. Kemudian juga masalah kepentingan yang
bertentangan. Misalnya bisa jadi yang 1 maunya kanan, yang 1 lagi maunya kiri.
Kemudian masalah hambatan struktural dan masalah perbedaan tata nilai yang
kesemuanya sebenarnya udah bisa dijadikan sebagai acuan.
Kemudian dalam
hal di tengah-tengah proses mediasi para pihak sakit/berhalangan, Perma memang
tidak mengatur mengenai hal itu. Namun menurut kami, kalau memang para pihak
berkeinginan kuat secara damai menyelesaikan sengketa melalui proses mediasi,
atau dengan kata lain ada kemauan yang kuat untuk menyelesaikan sengketa itu,
proses mediasinya fleksibel dan harus berdasarkan kesepakatan, maka mungkin
saja dimintakan tambahan waktu. Tapi sekali lagi, hal ini memang tidak diatur
dalam Perma.
BAB III
PENUTUP
Jadi, selain
berperkara dalam sidang pengadilan ada baiknya jika kita memakai jalur
alternatif dengan cara mediasi ataupun proses lainnya karena ini juga dapat membantu
lembaga pengadilan dalam rangka mengurangi beban penumpukan perkara. Kedua,
adanya kesadaran akan peyediakan akses seluas mungkin kepada para pihak yang
bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan. Ketiga, proses mediasi sering
diasumsikan sebagai proses yang lebih efisien dan tidak memakan waktu
dibandingkan proses pengadilan.
3. 1 Kesimpulan
Dengan adanya
proses mediasi ini diharapkan dapat mengurangi beban perkara di pengadilan dan
menyediakan akses seluas mungkin kepada para pihak yang bersengketa untuk
memperoleh rasa keadilan, sehingga secara tidak langsung dapat membentuk
independen judiciary. Dari segi sumber daya manusia kebetulan IICT dengan MA
sedang mencoba membuat proyek percontohan di 4 Pengadilan Negeri (PN), yaitu PN
Jakarta Pusat, Surabaya, Padang dan Bengkalis. Disini kita memang akan mencoba
menyediakan sumber daya manusia dan sarana, karena memang mediasi ini
dimungkinkan untuk tidak memakai ruang pengadilan karena ruangnya harus lebih
informal. Setelah itu setahun kemudian kita akan mengevaluasi apa saja
kekurangan-kekurangannya. Walaupun masih terdapat banyak hal yang harus
disempurnakan, namun mudah-mudahan dengan adanya Perma disertai dengan 4 proyek
percontohan dapat diketahui bagian-bagian mana saja yang harus disempurnakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar