Selasa, 21 Mei 2013

makalah tentang mediasi


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di dalam penyelesaian sengketa alternatif kita mengenal adanya mediasi. sebelum kita membahas tentang mediasi,ada baiknya jika kita mengetahui dahulu definisi dari mediasi. Mediasi merupakan kosakata atau istilah yang berasal dari kosakata Inggris, yaitu mediation. Para sarjana Indonesia kemudian lebih suka mengindonesiakannya menjadi “mediasi” seperti halnya istilah-istilah lainnya, yaitu negotiation menjadi”negosiasi”, arrbitration menjadi “arbitrase”, dan ligitation menjadi “ligitasi”.
Dalam kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi. Menurut Prof. Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memilih kewenangan memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan substansial. Dengan demikian, dari definisi atau pengertian mediasi ini dapat diidentifikasikan unsur-unsur esensial mediasi, yaitu :
·         Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui perundingan berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus para pihak;
·         Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak memihak yang disebut mediator;
·         Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam mencari penyelesaian yang dapat diterima para pihak.
Pendekatan konsensus atau mufakat dalam proses mediasi mengandung pengertian, bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dalam proses mediasi harus merupakan hasil kesepakatan atau persetujuan para pihak. Mediasi dapat ditampuh oleh para pihak yang terdiri atas dua pihak yang bersengketa maupun oleh lebih dari dua pihak (multiparties). Penyelesaian dapat dicapai atau dihasilkan jika semua pihak yang bersengketa dapat menerima penyelesaian itu.
Mediator sebagai pihak ketiga di dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa alternatif memilki beberapa fungsi. Menurut Fuller, fungsi mediator yakni sebagai katalisator, pendidik, penerjemah, narasumber, penyandang berita jelek,agen realitas, dan sebagai kambing hitam (scapegoat).
1.      Fungsi sebagai “katalisator”,  diperlihatkan dengan kemampuan mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi dialog atau komunikasi diantara para pihak dan bukan sebaliknya, yakni menyebarkan terjadinya salah pengertian dari polarisasi diantara para pihak;
2.      Sebagai “pendidik”, dimaksudkan berusaha memahami kehendak, aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para pihak;
3.      Sebagai “penerjemah”, mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak lainnya melalui bahasa, atau ungkapan yang enak didengar oleh pihak lainnya, tetapi tanpa mengurangi maksud atau sasaran yang hendak dicapai oleh sipengusul.
4.      Sebagai “narasumber”, mediator harus mampu mendayagunakan dan melipatgandakan kemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia.
5.      Sebagai “penyandang berita jelek”, mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional, maka mediator harus siap menerima perkataan dan ungkapan yang tidak enak dan kasar dari salah satu pihak.
6.      Sebagai “agen realitas”, mediator harus memberitahu atau memberi pengerian secara terus terang kepada satu atau para pihak, bahwa sasarannya tidak mungkin atau tidak masuk akal untuk dicapai melalui sebuah proses perundingan.
7.      Sebagai “kambing hitam”, mediator harus siap menjadi pihak yang dipersalahkan apabila orang-orang yang dimediasi tidak merasa sepenuhnya puas terhadap prasyarat-prasyarat dalam kesepakatan.
Pada tanggal 11 September 2003 yang lalu Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2003 yang mengatur tentang mediasi. Perma ini dirancang oleh Mahkamah Agung dan Indonesia Institute for Conflict Transformation (IICT), yaitu organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang transformasi dan manajemen konflik. Sejauh ini IICT telah memberikan sumbangsih atas penyelenggaraan penyelesaian sengketa secara efektif melalui upaya untuk mengembangkan pola-pola resolusi konflik untuk membangun masyarakat yang demokratis, harmonis, menghargai kemajemukan dan kesetaraan serta mengembangkan pola-pola penyelesaian sengketa yang mencerminkan keadilan prosedural dan subtansial.
Menurut teori ada beberapa definisi mengenai mediasi, tapi secara umum mediasi sebenarnya merupakan bentuk dari dari proses alternatif dispute resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa. Penyebutan alternatif penyelesaian sengketa ini dikarenakan mediasi merupakan satu alternatif penyelesaian sengketa disamping pengadilan yang bersifat tidak memutus, cepat, murah dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan. Dalam proses mediasi ini juga dibantu oleh pihak ketiga yang netral (mediator) yang dipilih oleh para pihak.
Ada 2 jenis mediasi, yaitu di luar dan di dalam pengadilan. Mediasi yang berada di dalam pengadilan diatur oleh Perma ini. Namun ada juga mediasi di luar pengadilan. Mediasi di luar pengadilan di Indonesia terdapat dalam beberapa Undang-undang (UU) yang sudah dimuat, seperti UU tentang Lingkungan, UU tentang Kehutanan, UU tentang Ketenagakerjaan dan UU tentang Perlindungan Konsumen.

Mediasi memiliki banyak sisi positif. Menurut Bindshedler, mediasi mempunyai sisi positif sebagai berikut:
1. Mediator sebagai penengah dapat memberikan usulan-usulan kompromi diantara para pihak;
2. Mediator dapat memberikan usaha-usaha atau jasa-jasa lainnya, seperti memberi bantuan dalam melaksanakan kesepakatan, bantuan keuangan, mengawasi pelaksanaan kesepakatan, dan lain-lain
3. Apabila mediatornya adalah negara, biasanya negara tersebut dapat menggunakan pengaruh dari kekuasaannya terhadap para pihak yang bersengketa untuk mencapai penyelesaian sengketanya.
4. Negara sebagai mediator biasanya memiliki fasilitas teknis yang lebih memadahi daripada orang perorangan.
Keunggulan mediasi dibandingkan dengan metode penyelesaian sengketa yang lain adalah proses mediasi relatif lebih mudah dibandingkan dengan alternatif penyelesaian sengketa yang lain. Para pihak yang bersengketa juga mempunyai kecenderungan untuk menerima kesepakatan yang tercapai karena kesepakatan tersebut dibuat sendiri oleh para pihak bersama-sama dengan mediator. Dengan demikian, para pihak yang bersengketa merasa memiliki putusan mediasi yang telah tercapai dan cenderung akan melaksanakan hasil kesepakatan dengan baik. Putusan mediasi juga dapat digunakan sebagai dasar bagi para pihak yang bersengketa untuk melakukan perundingan-perundingan ataupun negosiasi diantara mereka sendiri jika suatu saat dibutuhkan bila timbul sengketa yang lain diantara para pihak yang bersengketa tanpa perlu melibatkan mediator. Keuntungan yang lain adalah terbukanya kesempatan untuk menelaah lebih dalam masalah-masalah yang merupakan dasar dari suatu sengketa. Terkadang dalam menyikapi suatu masalah, para pihak yang berkonflik belum mengkaji secara mendalam mengenai pokok masalah yang ada. Para pihak tentu lebih mengutamakan kepentingan negaranya sendiri. Dengan adanya proses mediasi dapat dilakukan telaah yang lebih mendalam dengan informasi dan data-data yang diberikan oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pada akhirnya telaah ini dapat lebih bersifat objektif karena didasarkan pada informasi dan kepentingan dari kedua belah pihak. Dalam proses mediasi penting bagi pihak yang bersengketa untuk saling mempercayai bahwa semua pihak akan melaksanakan hasil putusan mediasi dengan baik sehingga dapat dihindari rasa bermusuhan dan dendam.
Sedangkan sisi negatif dari mediasi adalah bisa saja mediator lebih memihak kepada salah satu pihak. Selain itu kelemahan dari proses mediasi adalah waktu yang dibutuhkan sangat lama karena harus mempertemukan kedua pihak dan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan dan dari pertentangan-pertentangan tersebut harus dirumuskan sebuah kesepakatan. Tercapai atau tidaknya kesepakatan sangat tergantung dari itikad baik para pihak untuk menyelesaikan sengketa dalam proses mediasi. Jika tidak ada itikad baik dalam proses mediasi dari kedua belah pihak, kesepakatan tidak akan pernah tercapai dan konflik pun tidak dapat terselesaikan. Selain itu dalam proses mediasi harus dimunculkan informasi yang cukup sebagai bahan perundingan. Informasi-informasi yang disampaikan oleh kedua belah pihak menjadi sangat penting bagi mediator untuk dapat segera memberikan pendapatnya terhadap konflik yang tengah terjadi. Selain itu kedua belah pihak harus memberikan kewenangan yang cukup bagi mediator untuk menjadi penengah dalam konflik yang sedang dihadapi oleh kedua pihak. Kepatuhan para pihak dalam menaati kesepakatan yang dibuat dan pengaruh mediator dalam proses mediasi sangat mempengauhi kesepakatan yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang bersengketa.
            Proses mediasi berjalan lebih informal dan dikontrol oleh para pihak. Dalam proses mediasi ini lebih merefleksikan kepentingan prioritas para pihak dan mempertahankan kelanjutan hubungan para pihak.
B.     Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mediasi?
2. Kenapa harus ada mediasi?
3. Kapan mediasi dilakukan?
4. Siapa yang melakukan mediasi?
5. Dimana mediasi dilaksanakan?
6. Bagaimana prosedur dari mediasi?
Tujuan
1. Mengetahui pengertian mediasi.
2. Mengetahui dari mediasi.
3. Mengetahui kapan mediasi dilakukan
4. Mengetahui siapa yang melakukan mediasi.
5. Mengetahui dimana mediasi dilaksanakan
6. Mengetahui bagaimana prosedur dari mediasi








                                                                                                                               


BAB II
PEMBAHASAN

1.Pengertian mediasi
Dalam kepustakaan ditemukan banyak definisi tentang mediasi. Menurut Prof. Takdir Rahmadi, mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memilih kewenangan memutus. Pihak netral tersebut disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan substansial.
Tetapi menurut Peraturan Mahkamah Agung, Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 ayat (6) PERMA No. 2 tahun 2003)..
2..Kenapa Ada Mediasi
a. karena pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara di pengadilan.
b. karena mediasi merupakan salah satu proses lebih cepat dan murah, serta dapat mernberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi;
c. karena institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa disamping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif);
d. karena hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg, rnendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan tingkat pertama;

3.Kapan mediasi dilakukan untuk
Sesuai dengan pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2/2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia, bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator
4.Siapa yang wajib melakukan mediasi.
Para pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke pengadilan tingkat pertama untuk memperoleh penyelesaian. (pasal 1 ayat (7) PERMA No. 2 tahun 2003)
5. Dimana Mediasi Dilakukan
Dalam Perma Nomor 2 tahun 2003 diatur bahwa mediasi bisa dilaksanakan di dalam dan diluar pengadilan. Jika proses mediasi dilaksanakan di dalam pengadilan maka pelaksanaannya gratis karena memakai fasilitas pengadilan. Tetapi jika proses mediasi dilaksanakan di luar pengadilan, maka para pihak harus bersepakat mengenai tempat, biaya dan sebagainya yang diperlukan.
6. Bagaimana Prosedur Mediasi
Proses mediasi itu awalnya sama seperti orang berperkara biasa, dimana penggugat mendaftarkan perkaranya. Kemudian pada hari pertama sidang hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. Dalam Perma ini juga diberikan beberapa pilihan. Artinya mediator itu tidak harus hakim, tapi juga bisa non hakim, dan tidak harus di pengadilan, namun bisa juga di luar pengadilan. Yang paling penting hakim dengan sedemikian rupa mencoba mendamaikan mereka melalui mediasi. Alternatifnya, ada para pihak yang tetap tidak mau damai/mediasi karena udah terlanjur benci atau ada perasaan negatif dengan institusi pengadilan jika proses mediasinya dilaksanakan di dalam pengadilan. Oleh sebab itu mereka boleh melakukan proses mediasi di luar pengadilan, tapi mereka terlebih dahulu sudah meregister seperti halnya dalam meregister perkara biasa. Kemudian hakim membuka sidang dan menawarkan serta mengupayakan perdamaian atau mediasi.
Yang jelas pengupayaan itu dilakukan pada saat sidang yang pertama kali. Hal itu telah diatur dalam hukum acara sendiri. Jadi para pihak harus menempuh proses perdamaian itu. Tentunya ada waktu-waktu tertentu. Kalau misalnya memilih di luar pengadilan paling lama waktunya itu satu bulan, dan kalau dalam pengadilan itu 22 hari.
Sebelum memulai proses persidangan, hakim mengupayakan perdamaian terlebih dahulu, yaitu dengan menawarkan apakah para pihak bersedia untuk menyelesaikan perselisihan melalui mediasi atau tidak. Para pihak diberi jangka waktu satu hari untuk memilih mau melaksanakan proses mediasi dimana (di luar atau di dalam pengadilan). Kalau misalnya tidak bisa juga atau mereka tidak mengambil keputusan akan hal itu maka hakim yang akan memutuskan dimana proses mediasi akan dilakasanakan. Kalau proses mediasi dilaksanakan di dalam maka para pihak boleh memilih hakim-hakim yang akan jadi mediatornya.
Mediasi itu sebenarnya bagian dari alternatif penyelesaian sengketa. Tapi yang kita bicarakan disini adalah mediasi yang kita sebut court connected mediation artinya mediasi di dalam ruang lingkup pengadilan. Namun karena dia adalah pemberdayaan dari Pasal 130 HIR maka mediasi menjadi wajib sifatnya. Tapi pengertian mediasi secara umum memang seperti yang saya katakan, yaitu mediasi di dalam perma itu memang sifatnya mandatory, tapi nature dari mediasi sendiri itu adalan voluntary atau sukarela.
Untuk memulai suatu proses mediasi di pengadilan itu para pihak dalam hal ini penggugatnya (semua dalam mediasi adalah perkara perdata) harus mengajukan gugatan, pendaftaran perkara, melewati ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk majelis hakim dan pada hari yang ditentukan yaitu pada hari pertama sidang majelis hakim harus mengupayakan perdamaian kepada para pihak. Dengan mengupayakan perdamaian itu diarahkan agar para pihak melalui proses mediasi dulu. Dalam Perma tentang Mediasi ditentukan bahwa majelis hakim yang menangani perkara itu berbeda dengan mediator yang nanti akan mencoba mendamaikan kedua belah pihak. Jadi kalau tadinya ada kekhawatiran bahwa hakim itu naturenya selalu keras karena mungkin selama ini dia memang dididik untuk seperti itu, maka dengan adanya Perma ini pandangan seperti harus diubah, karena hakim itu tidak selalu bersifat memutus. Selain itu mediator yang ada di pengadilan atau yang akan ada di proses mediasi itu sebelumnya sudah ditraining. Dalam perma ini memang yang menjadi mediator itu ada 2, yaitu hakim dan non hakim yang akan melewati pelatihan khusus mediator.
Saat ini kita sedang menyusun kriteria mediator non hakim itu kira-kira siapa saja. Kalau kita lihat di berbagai negara, mediator non hakim itu ada pengacara, pensiunan hakim. Mungkin kalau di indonesia juga bisa pemuka adat atau pemuka agama. Artinya tidak hanya terbatas pada orang yang bergerak di bidang hukum saja.
Kesepakatan damai itu yang telah dicapai para pihak haruslah merupakan haruslah acceptable solution. Jadi kesepakatan tersebut merupakan kesepakatan yang diterima oleh kedua belah pihak dan menguntungkan kedua belah pihak. Tidak harus win-win solution, tapi ada garis yang bisa diambil menjadi kesepakatan. Artinya kedua belah pihak sama-sama menerima keputusan itu, karena kalau misalnya ternyata kedua belah pihak itu tidak menerima keputusan itu akan berpengaruh kepada implementasi dari kesepakatan itu.
Berjalanannya proses mediasi tidak terlepas dari peran seorang mediator. Mediator memegang peranan krusial dalam menjaga kelancaran proses mediasi. Terdapat banyak teori mengenai tugas seorang mediator. Namun secara umum terdapat 7 tugas seorang mediator. Pertama mediator harus menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa agar para pihak tidak menjadi takut untuk mengemukakan pendapatnya. Kedua, mediator juga harus memilih strategi untuk membimbing proses mediasi dan mengumpulkan serta menganalisa proses mediasi dan latar belakang sengketa. Hal ini penting untuk dilakukan agar mediator dalam mengarahkan mengetahui jalur penyelesaian sengketa ini bagaiamana dan selanjutnya menyusun rencana-rencana mediasi serta membangun kepercayaan dan kerjasama. Bentuk mediasi dapat berupa sidang-sidang mediasi. Ketiga, mediator harus mampu untuk merumuskan masalah dan menyusun agenda, karena kadang-kadang yang kelihatan dari luar itu sebenarnya yang besar-besarnya saja. Sebenarnya kalau dalam persengketaan itu ada kepentingan lain yang dalam teori Alternatif Dispute Resolution (ADR) disebut interest base/apa yang benar-benar para pihak mau. Interest base itu kadang-kadang tidak terungkap di luar proses ADR. Keempat, Mediator juga harus mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak. terkadang ada para pihak yang beritikad tidak baik, dan hal itu tidak boleh. Keenam, mediator juga harus membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa, pintar dan jeli dalam memandang suatu masalah. Ketujuh, Mediator dapat menganalisa pilihan-pilihan tersebut untuk diberikan kepada para pihak dan akhirnya sampai pada proses tawar menawar akhir dan tercapai proses penyelesaian secara formal berupa kesepakatan antar para pihak. Sebaiknya yang hadir dalam proses mediasi adalah pihak-pihak yang mengambil keputusan agar jangan sampai terjadi ketimpangan
Dalam Perma Nomor 2 tahun 2003 diatur bahwa mediasi bisa dilaksanakan di dalam dan diluar pengadilan. Jika proses mediasi dilaksanakan di dalam pengadilan maka pelaksanaannya gratis karena memakai fasilitas pengadilan. Tetapi jika proses mediasi dilaksanakan di luar pengadilan, maka para pihak harus bersepakat mengenai tempat, biaya dan sebagainya yang diperlukan.
Di atas disebutkan bahwa mediator harus mampu untuk menggali masalah, termasuk masalah yang tidak terungkap. Tahap ini kurang lebih merupakan tahap pembuktian apabila di sidang pengadilan. Untuk memperoleh data-data yang belum terungkap, maka keahlian dari si mediator sangat diperlukan. Jadi si mediator harus mencoba untuk menggali kepentingan-kepentingan dan mencoba supaya para pihak bisa mengerti dan kemudian menyusun solusinya. Mediator harus berhati-hati juga, karena mediasi itu ada unsur art and science, jadi si mediator berhati-hati dalam mengemukakan atau menggali kepentingan-kepentingan yang ada. Jika ia tidak berhati-hati bisa-bisa mediator itu akhirnya dibilang tidak netral. Sebenarnya di dalam mediasi itu tidak ada yang namanya extensive discovery.
Setelah pemilihan penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan dan hal-hal lain yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak. Semua hal itu harus diungkapkan dalam proses mediasi untuk memudahkan para pihak. Namun dalam proses mediasi, dimungkinkan pemanggilan saksi ahli atas persetujuan para pihak, untuk memberikan penjelasan dan pertimbangan yang dapat membantu para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Semua biaya jasa ahli itu ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan. Namun apabila proses mediasi tersebut tidak berhasil dan para pihak ternyata melanjutkan perselisihan tersebut ke pengadilan, maka sebaiknya dipakai saksi ahli yang lain, kecuali orang yang ahli di bidang itu hanya sedikit atau hanya satu orang. Saksi ahli itu dipanggil untuk penyelesaian perbedaan sesuai dengan ilmu dan keahliannya. Apa yang dia ungkapkan pada proses mediasi maupun pengadilan itu sifatnya bukan untuk memihak salah satu pihak melainkan berbicara mengenai fakta sebenarnya. Fungsi mediator disini hanya mengarahkan aja. Perlu tidaknya keterangan saksi ahli tergantung para pihak.
Jangka waktu proses mediasi telah ditentukan dalam Perma. Untuk mediasi di luar pengadilan jangka waktunya 30 hari. Sedangkan apabila proses mediasi tersebut berjalan di dalam pengadilan, maka jangka waktu proses mediasi tersebut adalah 22 hari setelah penunjukan mediator. Jadi nanti setelah waktu yang ditetapkan itu kembali ke pengadilan. Kemudian dimintakan penetapan oleh hakim. Jika dalam batas waktu yang ditentukan yaitu 22 atau 30 hari itu tidak tercapai kata sepakat mediasi itu wajib dinyatakan gagal oleh mediator dan hal itu harus dilaporkan oleh mediator ke majelis hakimnya untuk melanjutkan pemeriksaan perkara dengan proses biasa. Agar tidak rancu, proses mediasi di luar pengadilan artinya tetap di lingkungan pengadilan, tapi mediatornya bukan berasal dari mediator yang ada dalam list mediator yang diajukan pengadilan.
Di Indonesia proses mediasi memang untuk memang perdata. Di luar negeri pelanggaran itu bisa melalui proses mediasi. Namun hukum di Indonesia mengkategorisasikan pelanggaran ke dalam hukum pidana. Sehingga untuk pelanggaran tidak mungkin diselesaikan melalui proses mediasi.
Pada dasarnya proses mediasi tertutup untuk umum kecuali untuk kasus-kasus publik seperti lingkungan, yang melibatkan banyak pihak. Mediasi untuk kasus lingkungan di atas dilaksanakan secara terbuka karena melibatkan banyak pihak, jadi sudah semestinya membuka akses informasi kepada publik.
Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan namun proses mediasi belum berhasil, maka dokumen-dokumen yang dipakai pada saat proses mediasi tidak boleh dipergunakan di persidangan. Larangan tersebut didasari dengan alasan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan jika misalnya ada pihak yang beritikad tidak baik. Yang harus dimusnahkan adalah notulen atau catatan mediator. Selain itu pengakuan para pihak yang ada dalam proses mediasi itu juga tidak boleh dibeberkan lagi pada saat sidang. Bahkan mediator atau salah satu pihak yang terlibat dalam proses mediasi juga tidak dapat diminta menjadi saksi dalam persidangan untuk kasus yang sama,
Dalam pelatihan mediator juga diajarkan bagaimana cara mediator mencoba menjadi activism, menjadi fasilitator dan mempunyai communication skill . Proses mediasi ini dikontrol oleh para pihak. Jadi itu kuncinya. Jika terjadi proses mediasi misalnya antara saya dengan A, kemudian di tengah proses mediasi ini saya merasa mediator sudah mulai tidak netral dan memihak kepada A, maka saya bisa saja bilang bahwa saya tidak setuju dengan proses mediasi ini karena mediator tidak netral. Saya dapat meminta agar mediator diganti atau saya anggap mediasi ini gagal.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, maka hasil dari proses mediasi dalah kesepakatan antar para pihak. Kesepkatan tersebut dituangkan dalam suatu akta perdamaian yang bersifat final dan binding serta berkekuatan hukum tetap. Sehingga menkanisme pengawasan pelaksanaan kesepakatan tersebut sama seperti eksekusi putusan biasa yang berkekuatan hukum tetap, yaitu dari pihak pengadilan sendiri.
Proses penyelesaian melalui mediasi diawali dengan mediator mengadakan pertemuan dengan para pihak secara terpisah-pisah/kaukus sebelum pertemuan lengkap diselenggarakan untuk mengetahui informasi apa saja yang boleh dan tidak boleh diungkap dalam pertemuan lengkap. Artinya pada tahap ini sudah ada peringatan dari mediator. Misalnya seperti larangan menyerang pihak lawan dengan bahasa yang memang tidak enak didengar. Kemudian mediator dapat mempengaruhi apa yang disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lawannya dengan cara memodifikasi pesan dalam bahasa yang dapat diterima dan dipahami oleh kedua belah pihak. Terkadang kita berbicara sesuatu tapi belum tentu lawan bicara kita menangkap apa yang kita maksudkan. Mediator bisa membatasi atau menginterupsi salah satu pihak kalau misalnya yang dibicarakan itu menyangkut hal yang sensitif bagi pihak lain. Sebelum melakukan proses mediasi, para pihak sudah harus memasukan data tentang persengketaan. Data ini sebenarnya cukup melalui pengumpulan data, dan hasilnya dianalisis untuk kemudian disusun rencana atau strategi mediasi.
Mediator juga dapat melakukan pencarian data-data ke lapangan agar dia lebih sensitif. Namun lagi-lagi, mediator disini bukan sebagai pihak yang memutus, melainkan lebih kepada pihak yang mengkondisikan agar pertemuan dapat melahirkan kesepakatan-kesepakatan berdasarkan kepentingan para pihak.
Dalam teori mediasi, analisa konflik dari bahan-bahan yang sudah dikumpulkan tadi dapat dilakukan dengan memahami apa yang disebut circle of conflict/lingkaran konflik. Dalam lingkaran konflik itu ada 5 kategori masalah yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan analisa konflik. Misalnya masalah hubungan antara para pihak, seperti “ada apa sebenarnya diantara para pihak?, kenapa keduanya tetap ngotot, pernah bersengketa sebelumnya atau bagaimana? dan sebagainya. Kemudian masalah ketidaksepakatan tentang data. Misalnya ketika dikonfrontir jawabnya selalu mengelak. Kemudian juga masalah kepentingan yang bertentangan. Misalnya bisa jadi yang 1 maunya kanan, yang 1 lagi maunya kiri. Kemudian masalah hambatan struktural dan masalah perbedaan tata nilai yang kesemuanya sebenarnya udah bisa dijadikan sebagai acuan.
Kemudian dalam hal di tengah-tengah proses mediasi para pihak sakit/berhalangan, Perma memang tidak mengatur mengenai hal itu. Namun menurut kami, kalau memang para pihak berkeinginan kuat secara damai menyelesaikan sengketa melalui proses mediasi, atau dengan kata lain ada kemauan yang kuat untuk menyelesaikan sengketa itu, proses mediasinya fleksibel dan harus berdasarkan kesepakatan, maka mungkin saja dimintakan tambahan waktu. Tapi sekali lagi, hal ini memang tidak diatur dalam Perma.









BAB III
PENUTUP
Jadi, selain berperkara dalam sidang pengadilan ada baiknya jika kita memakai jalur alternatif dengan cara mediasi ataupun proses lainnya karena ini juga dapat membantu lembaga pengadilan dalam rangka mengurangi beban penumpukan perkara. Kedua, adanya kesadaran akan peyediakan akses seluas mungkin kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan. Ketiga, proses mediasi sering diasumsikan sebagai proses yang lebih efisien dan tidak memakan waktu dibandingkan proses pengadilan.
3. 1 Kesimpulan
Dengan adanya proses mediasi ini diharapkan dapat mengurangi beban perkara di pengadilan dan menyediakan akses seluas mungkin kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan, sehingga secara tidak langsung dapat membentuk independen judiciary. Dari segi sumber daya manusia kebetulan IICT dengan MA sedang mencoba membuat proyek percontohan di 4 Pengadilan Negeri (PN), yaitu PN Jakarta Pusat, Surabaya, Padang dan Bengkalis. Disini kita memang akan mencoba menyediakan sumber daya manusia dan sarana, karena memang mediasi ini dimungkinkan untuk tidak memakai ruang pengadilan karena ruangnya harus lebih informal. Setelah itu setahun kemudian kita akan mengevaluasi apa saja kekurangan-kekurangannya. Walaupun masih terdapat banyak hal yang harus disempurnakan, namun mudah-mudahan dengan adanya Perma disertai dengan 4 proyek percontohan dapat diketahui bagian-bagian mana saja yang harus disempurnakan.

Tidak ada komentar: