Selasa, 21 Mei 2013

makalah hk ketenagakerjaan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Setiap tenaga kerja mempunyai hak kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Penempatan TKI ke luar negeri, merupakan program nasional dalam upaya meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya serta pengembangan kualitas sumber daya manusia. Penempatan TKI dilakukan dengan memanfaatkan pasar kerja internasional melalui peningkatan kualitas kompetensi tenaga kerja dengan perlindungan yang optimal sejak sebelum keberangkatan, selama bekerja di luar negeri sampai tiba kembali di Indonesia.
Dalam melaksanakan tugasnya sudah banyak TKI yang terlibat kasus penyiksaan. Tidak terdapat perubahan atas berbagai kasus sebelumnya yang terjadi, justru belakangan kasus penyiksaan TKI semakin meningkat. Pemerintah seolah tidak belajar atas kesalahan-kesalahan dimana terjadinya kasus yang sama sebelumnya. Seakan-akan sudah merupakan hal yang lumrah apabila terjadinya penyiksaan TKI setiap tahun. Disebutkan sudah terdapat regulasi yang mengatur mengenai perlindungan atas penempatan TKI. Tetapi faktanya kasus-kasus yang sama tetap saja terjadi dan tidak grafiknya tidak menurun justru meningkat. Perlu dipertanyakan kinerja pemerintah dalam penanganan berbagai yang telah terjadi sebelumnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana definisi dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI)?
2.      Bagaimana penempatan TKI di luar Negeri?
3.      Bagaimana hukuman mati terhadap TKI di Luar Negeri?
4.      Bagaimana perlindungan yang di lakukan pemerintah untuk para TKI di Luar Negeri?


C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
2.      Untuk mengetahui penempatan TKI di luar Negeri.
3.      Untuk mengetahui hukuman mati terhadap TKI di Luar Negeri.
4.      Untuk mengetahui perlindungan yang di lakukan pemerintah untuk para TKI di Luar Negeri.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi TKI
Tenaga Kerja Indonesia (disingkat TKI) adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Namun demikian, istilah TKI seringkali dikonotasikan dengan pekerja kasar. TKI perempuan seringkali disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW).
TKI sering disebut sebagai pahlawan devisa karena dalam setahun bisa menghasilkan devisa 60 trilyun rupiah (2006). Pada 9 Maret 2007 kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri dialihkan menjadi tanggung jawab BNP2TKI. Sebelumnya seluruh kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri dilaksanakan oleh Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Depnakertrans.
Hampir semua TKI atau buruh migran Indonesia mengalami potongan gaji secara ilegal. Potongan ini disebutkan sebagai biaya penempatan dan "bea jasa" yang diklaim oleh PJTKI dari para TKI yang dikirimkannya. Besarnya potongan bervariasi, mulai dari tiga bulan sampai tujuh, bahkan ada yang sampai sembilan bulan gaji. Tidak sedikit TKI yang terpaksa menyerahkan seluruh gajinya dan harus bekerja tanpa gaji selama berbulan-bulan. Praktik ini memunculkan kesan bahwa TKI adalah bentuk perbudakan yang paling aktual di Indonesia.
B.     Penempatan TKI Di Luar Negeri
Penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke Negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah RI atau ke negara tujuan yang mempunyai Peraturan Perundang-undangan yang melindungi tenaga asing. Atas pertimbangan keamanan, Pemerintah menetapkan negara-negara tertentu tertutup bagi penempatan TKI, antara lain negara tujuan dalam keadaan perang, bencana alam, atau terjangkit wabah penyakit menular. Khusus untuk penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan tertentu diatur tersendiri, misalnya pekerjaan sebagai pelaut.
Penempatan calon TKI/TKI di luar negeri diarahkan pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, ketrampilan, bakat, minat, dan kemampuan. Penempatan calon TKI/TKI dilaksanakan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak azasi manusia, perlindungan hukum, pemerataan kesempatan kerja, dan ketersediaan tenaga kerja dengan mengutamakan kepentingan nasional. Setiap orang dilarang menempatkan calon TKI/TKI pada jabatan dan tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan serta Peraturan Perundang-undangan, baik di Indonesia maupun di Negara tujuan atau di negara tujuan yang telah dinyatakan tertutup.
Pelaksanaan penempatan TKI di luar negeri dapat dilakukan oleh:
1.      Penempatan Oleh Pemerintah
Penempatan TKI di luar negeri oleh Pemerintah, hanya dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan Pemerintah negara pengguna berbadan hukum di negara tujuan.
2.      Penempatan oleh Perusahaan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (P3TKIS)
Perusahaan yang akan menjadi P3TKIS mendapatkan izin tertulis berupa Surat Izin Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (SIPPTKI), setelah memenuhi persyaratan :
a.       berbentuk badan hukum perseorangan terbatas (PT),
b.      memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan, sekurang kurangnya sebesar tiga miliar rupiah,
c.       meyetor uang kepada bank sebagai jaminan dalam bentuk deposito sebesar lima ratus juta rupiah pada bank pemerintah,
d.      memiliki rencana kerja penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sekurang-kurangnya untuk tiga tahun berjalan,
e.       memiliki unit pelatihan kerja, dan
f.       memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI.
Penempatan TKI pada pengguna perseorangan dilakukan melalui mitra usaha di negara tujuan. Mitra Usaha berbentuk badan hukum yang didirikan sesuai dengan ketentuan di negara tujuan. Untuk pengguna perseorangan, dapat mempekerjakan TKI pada pekerjaan antara lain, sebagai penata laksana rumah tangga, pengasuh bayi atau perawat manusia lanjut usia, pengemudi, tukang kebun/taman (sektor informal).
Perlindungan bagi calon TKI yang diberangkatkan keluar negeri oleh P3TKIS, meliputi kegiatan sebelum pemberangkatan (pra penempatan), selama masa penempatan di luar negeri, dan sampai dengan kembali ketanah air (purna penempatan). Untuk selanjutnya, TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan berhak untuk memperoleh perlindungan dari Perwakilan RI.
C.    Hukuman Mati TKI di Luar Negeri
Kementerian Luar Negeri akan tetap memperhatikan perlindungan bagi sekitar 1,5 juta tenaga kerja Indonesia (TKI) yang saat ini bekerja di Arab Saudi. Ini dilakukan walau Arab Saudi akan memberlakukan moratorium pemberian visa kerja kepada TKI per 2 Juli 2011.
Saat ini terdapat 2,1 juta TKI dari total 3,4 warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri. Di antaranya sekitar 1,5 juta diperkirakan berada di Arab Saudi. Apalagi saat ini ada negosiasi antara Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi terkait isu perlindungan TKI. Perwakilan kedua negara masih membahas mengenai inti permasalahan yang akan dimasukkan dalam kesepakatan yang baru nanti.
Dari sisi pemerintah menginginkan ada kejelasan mengenai perlindungan TKI. Pemberian libur satu hari setiap minggu, paspor dipegang pekerja, dan ada standar minimal gaji yang diterima TKI. Pemerintah Indonesia juga menginginkan pencantuman deskripsi kerja jelas yang harus dikerjakan TKI selama berada di rumah majikan. Selain itu juga ada satuan tugas bersama di antara kedua negara yang bertugas memantau pelaksanaannya.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI)  mengatakan bahwa setiap ada kasus atau masalah yang menimpa TKI di luar negeri, termasuk di Arab Saudi, pemerintah selalu proaktif untuk membela. Tak terkecuali untuk TKI yang bekerja di Saudi secara ilegal atau nonprosedural. Untuk meminimalisasi kasus-kasus yang dihadapi TKI, khususnya TKI wanita yang bekerja di sektor rumah tangga, pemerintah melakukan pengetatan prosedur penempatan TKI.
Anggota Satgas Perlindungan TKI yang baru dibentuk presiden segera berangkat ke Arab Saudi untuk mengupayakan pengampunan untuk menyelamatkan TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi. TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia dan Arab Saudi diperkirakan 200 orang di mana 70 persen kasus narkoba, 28 persen terkait kasus pembunuhan dan dua persen kasus lainnya.
Nasib tragis yang dialami Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri seakan tak pernah berakhir. Selain dianiaya dan diperkosa, ancaman hukuman rajam, bahkan hukuman mati menghantui mereka. Setelah Ruyati, masih ada 200 WNI pemburu devisa yang terlibat berbagai kasus di sejumlah negara, seakan menanti maut. Mereka saat ini menanti uluran tangan untuk bebas dari giliran hukuman gantung maupun pancung.
Ada sekitar 5 juta WNI yang tinggal dan bekerja di luar negeri. Dari jumlah itu sebenarnya TKI yang betul-betul bermasalah hanya sedikit. Mereka tersebar di sejumlah negara seperti Arab Saudi, RRC, Singapura dan Malaysia. Sebagian dari WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri berhasil dibebaskan. Ada juga yang memperoleh pengurangan hukuman atau ampunan. Sebab pemerintah terus berupaya memperjuangkan nasib mereka.
Perwakilan RI yang ada di empat negara tersebut akan mengawal mereka dalam proses hukum di pengadilan. Berdasarkan data yang ada, jumlah WNI mencapai 3.353.631 orang, terdiri dari TKI 2.029.528 orang, profesional 269.400 orang, Anak Buah Kapal (ABK) 198.461 orang, pelajar 660.746 orang dan WNI yang menikah dengan warga negara asing 190.496 orang.
Untuk menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) diperlukan sebuah manajemen yang perlu diperhatikan, agar tidak menjadi problem dalam melaksanakan tugas menjadi seorang TKI. Banyak tenaga kerja Indonesia yang illegal karena tidak mengindahkan syarat-syarat menjadi seorang TKI, dokumen wajib calon TKI, pendidikan dan pelatihan, perjanjian kerja.
1.      Syarat menjadi TKI:
a.       berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan pada Pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 ( dua puluh satu) tahun
b.      sehat jasmani dan rohani;
c.       tidak dalam keadaan hamil bagi calon tenaga kerja perempuan; dan
d.      berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Dasar atau yang sederajat.
2.      Dokumen wajib calon TKI:
a.       Kartu Tanda Penduduk, Ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran atau surat keterangan kenal lahir;
b.      Surat keterangan status perkawinan bagi yang telah menikah melampirkan copy buku nikah;
c.       Surat keterangan izin suami atau istri, izin orang tua, atau izin wali;
d.      Sertifikat kompetensi kerja;
e.       Surat keterangan sehat berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
f.       Paspor yang diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat;
g.      Visa kerja;
h.      Perjanjian penempatan kerja;
i.        Perjanjian kerja, dan
j.        KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri) adalah kartu identitas bagi TKI yang memenuhi persyaratan dan prosedur untuk bekerja di luar negeri.
3.      Pendidikan dan Pelatihan:
a.       Calon TKI wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja sesuai dengan persyaratan jabatan.
b.      Dalam hal TKI belum memiliki kompetensi kerja dalam pelaksana penempatan TKI swasta wajib melakukan penddikan dan pelatihan sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan.
Pendidikan dan pelatihan kerja bagi calon TKI dimaksudkan untuk:
1)      membekali, menempatkan dan mengembangkan kompetensi kerja calon TKI;
2)      memberi pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, kondisi, adat istiadat, budaya agama, dan risiko bekerja di luar negeri;
3)      membekali kemampuan berkomunikasi dalam bahas negara tujuan; dan
4)      memberi pengetahuan dan pemahaman tentang hak dan kewajiban calon TKI/TKI.

4.      Perjanjian Kerja:
a.       Hubungan kerja antara Pengguna dan TKI terjadi setelah perjanjian kerja disepakati dan ditandatangi oleh para pihak.
b.      Setiap TKI wajib menandatangani perjanjian kerja sebelum TKI yang bersangkutan diberangkatkan ke luar negeri.
c.       Perjanjian kerja ditanda tangani di hadapan pejabat instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan.

D.    Perlindungan TKI di Luar Negeri
Perlindungan TKI adalah segala upaya perlindungan atas kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.
Perlindungan buruh migran diatur dalam Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families) 1990. Di samping itu ada konvensi internasional lainnya. Sedangkan perlindungan terhadap TKI diatur dalam UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, namun UU ini lebih banyak mengatur prosedural dan tata cara penempatan TKI ke luar negeri, dan hanya sedikit mengatur hak-hak dan jaminan perlindungan hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya. Selain itu perlindungan terhadap buruh migran diberikan pemerintah berdasarkan konstitusi negara, sebagaimana dilakukan oleh Departemen Luar Negeri (Deplu) RI.
1.      Perlindungan Buruh Migran Berdasarkan Konvensi 1990
Buruh migran menurut konvensi ini adalah seseorang yang akan, tengah atau telah melakukan pekerjaan yang dibayar dalam suatu negara dimana dia bukan menjadi warga negaranya. Konvensi ini mengakui dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak dasar dari buruh migran yang berlaku bagi semua buruh migran (yang berdokumen atau tidak) dan anggota keluarganya dan bersifat non diskriminasi.
2.      Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia
Hal ini menjadi bagian dari program kerja dan menjadi tanggung jawab Departemen Luar Negeri (Deplu) RI. Perlindungan terhadap TKI dilakukan melalui:
·         Pendekatan politis, melakukan dan membuat perjanjian kerjasama antar pemerintah dari negara penerima TKI, sesama negara pengirim tenaga kerja,
·         Pemberian bantuan kemanusian, hal ini lebih banyak diberikan kepada TKI yang sedang menjalani proses peradilan di negara setempat karena dituduh melakukan tindak pidana. Perlindungan ini dilakukan dengan mengunjungi secara periodik, pemantauan serta memberikan dukungan moril kepadanya. Selain itu juga memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari selama dalam proses peradilan, menyediakan rohaniawan dan pelayanan kesehatan/psiko sosial, serta membantu pemulangan ke tanah air;
·         Bantuan hukum (pendampingan; konsultasi hukum; bertindak sebagai mediator dalam menyelesaikan perselisihan perburuhan antara TKI dengan pengguna; menyediakan advokat).
3.      Perlindungan TKI berdasarkan Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia
Hak-hak asasi manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum supaya orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang penindasan, pembangunan hubungan persahabatan antara negaranegara perlu digalakkan.
Selain itu, dalam Pasal 5 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
“Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.”
Pada pasal 6 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
“Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana saja ia berada.”

Pada pasal 7 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
“Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu.”
Pada Pasal 8 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
“Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.”
Pada Pasal 9 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
“Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang.”
Pada Pasal 13 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
a.      “Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara.”
b.      “Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.”
4.      Perlindungan TKI Berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2004
Sementara jika kita lihat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa :
a.       Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
b.      Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat melimpahkan sebagi wewenangnya dan/atau tugas perbantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa :
“Pemerintah bertanggungjawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri.”
Pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa :
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Pemerintah berkewajiban:
a.       Menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang bersangkutan berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;
b.      Mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI;
c.       Membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri;
d.      Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan; dan
e.       Memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelumnya pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.








BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke Negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah RI atau ke negara tujuan yang mempunyai Peraturan Perundang-undangan yang melindungi tenaga asing. Atas pertimbangan keamanan, Pemerintah menetapkan negara-negara tertentu tertutup bagi penempatan TKI, antara lain negara tujuan dalam keadaan perang, bencana alam, atau terjangkit wabah penyakit menular. Khusus untuk penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan tertentu diatur tersendiri, misalnya pekerjaan sebagai pelaut.
Hak-hak dasar yang melekat pada induvidu sangat dilindungi di mata hukum, sehingga berbagai permasalahan penganiayaan TKI di luar negeri yang terjadi, pada dasarnya sangat bertentangan dengan apa yang dipaparkan dalam Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Dan pemerintah harus bertindak tegas dalam permasalahan yang semakin terlarut-larut ini demi menegakkan dan memperjuangkan hak asasi bangsa Indonesia di mata dunia.
Pemerintah telah mengeluarkan perundang-undangan untuk menjamin perlindungan TKI seperti UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang lantas mendorong pemberlakukan UU No. 39/2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN) sudah berusaha untuk memfasilitasi "kepentingan" TKI pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Shandra Ardiansyah, Pendidikan Administrasi Perkantoran FIS UNY. 2011

Tidak ada komentar: