BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap tenaga kerja mempunyai hak kesempatan yang sama
untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan
yang layak di dalam atau di luar negeri. Penempatan TKI ke luar negeri,
merupakan program nasional dalam upaya meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja
dan keluarganya serta pengembangan kualitas sumber daya manusia. Penempatan TKI
dilakukan dengan memanfaatkan pasar kerja internasional melalui peningkatan
kualitas kompetensi tenaga kerja dengan perlindungan yang optimal sejak sebelum
keberangkatan, selama bekerja di luar negeri sampai tiba kembali di Indonesia.
Dalam melaksanakan tugasnya sudah banyak TKI yang
terlibat kasus penyiksaan. Tidak terdapat perubahan atas berbagai kasus
sebelumnya yang terjadi, justru belakangan kasus penyiksaan TKI semakin
meningkat. Pemerintah seolah tidak belajar atas kesalahan-kesalahan dimana
terjadinya kasus yang sama sebelumnya. Seakan-akan sudah merupakan hal yang
lumrah apabila terjadinya penyiksaan TKI setiap tahun. Disebutkan sudah
terdapat regulasi yang mengatur mengenai perlindungan atas penempatan TKI.
Tetapi faktanya kasus-kasus yang sama tetap saja terjadi dan tidak grafiknya
tidak menurun justru meningkat. Perlu dipertanyakan kinerja pemerintah dalam
penanganan berbagai yang telah terjadi sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
definisi dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI)?
2. Bagaimana
penempatan TKI di luar Negeri?
3. Bagaimana
hukuman mati terhadap TKI di Luar Negeri?
4. Bagaimana
perlindungan yang di lakukan pemerintah untuk para TKI di Luar Negeri?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
2. Untuk
mengetahui penempatan TKI di luar Negeri.
3. Untuk
mengetahui hukuman mati terhadap TKI di Luar Negeri.
4. Untuk
mengetahui perlindungan yang di lakukan pemerintah untuk para TKI di Luar
Negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi TKI
Tenaga Kerja
Indonesia (disingkat TKI) adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang
bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan
menerima upah. Namun
demikian, istilah TKI seringkali dikonotasikan dengan pekerja kasar. TKI
perempuan seringkali disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW).
TKI sering
disebut sebagai pahlawan devisa karena dalam setahun bisa menghasilkan devisa
60 trilyun rupiah (2006). Pada 9 Maret 2007 kegiatan operasional di bidang
Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri dialihkan menjadi tanggung jawab
BNP2TKI. Sebelumnya
seluruh kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di luar negeri dilaksanakan oleh Ditjen Pembinaan dan Penempatan
Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Depnakertrans.
Hampir semua TKI atau buruh migran
Indonesia mengalami potongan gaji secara ilegal. Potongan ini disebutkan
sebagai biaya penempatan dan "bea jasa" yang diklaim oleh PJTKI dari
para TKI yang dikirimkannya. Besarnya potongan bervariasi, mulai dari tiga
bulan sampai tujuh, bahkan ada yang sampai sembilan bulan gaji. Tidak sedikit
TKI yang terpaksa menyerahkan seluruh gajinya dan harus bekerja tanpa gaji
selama berbulan-bulan. Praktik ini memunculkan kesan bahwa TKI adalah bentuk
perbudakan yang paling aktual di Indonesia.
B. Penempatan TKI Di Luar Negeri
Penempatan TKI di luar negeri hanya
dapat dilakukan ke Negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian
tertulis dengan Pemerintah RI atau ke negara tujuan yang mempunyai Peraturan
Perundang-undangan yang melindungi tenaga asing. Atas pertimbangan keamanan,
Pemerintah menetapkan negara-negara tertentu tertutup bagi penempatan TKI,
antara lain negara tujuan dalam keadaan perang, bencana alam, atau terjangkit wabah
penyakit menular. Khusus untuk penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan
tertentu diatur tersendiri, misalnya pekerjaan sebagai pelaut.
Penempatan calon TKI/TKI di luar
negeri diarahkan pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, ketrampilan,
bakat, minat, dan kemampuan. Penempatan calon TKI/TKI dilaksanakan dengan
memperhatikan harkat, martabat, hak azasi manusia, perlindungan hukum,
pemerataan kesempatan kerja, dan ketersediaan tenaga kerja dengan mengutamakan
kepentingan nasional. Setiap orang dilarang menempatkan calon TKI/TKI pada
jabatan dan tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan
dan norma kesusilaan serta Peraturan Perundang-undangan, baik di Indonesia
maupun di Negara tujuan atau di negara tujuan yang telah dinyatakan tertutup.
Pelaksanaan penempatan TKI di luar negeri dapat
dilakukan oleh:
1. Penempatan
Oleh Pemerintah
Penempatan TKI di luar negeri oleh Pemerintah, hanya
dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan
Pemerintah negara pengguna berbadan hukum di negara tujuan.
2. Penempatan
oleh Perusahaan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (P3TKIS)
Perusahaan yang akan menjadi P3TKIS mendapatkan izin
tertulis berupa Surat Izin Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
(SIPPTKI), setelah memenuhi persyaratan :
a.
berbentuk
badan hukum perseorangan terbatas (PT),
b. memiliki
modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan, sekurang
kurangnya sebesar tiga miliar rupiah,
c.
meyetor uang
kepada bank sebagai jaminan dalam bentuk deposito sebesar lima ratus juta
rupiah pada bank pemerintah,
d. memiliki
rencana kerja penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sekurang-kurangnya
untuk tiga tahun berjalan,
e.
memiliki
unit pelatihan kerja, dan
f.
memiliki
sarana dan prasarana pelayanan penempatan TKI.
Penempatan
TKI pada pengguna perseorangan dilakukan melalui mitra usaha di negara tujuan.
Mitra Usaha berbentuk badan hukum yang didirikan sesuai dengan ketentuan di
negara tujuan. Untuk pengguna perseorangan, dapat mempekerjakan TKI pada
pekerjaan antara lain, sebagai penata laksana rumah tangga, pengasuh bayi atau
perawat manusia lanjut usia, pengemudi, tukang kebun/taman (sektor informal).
Perlindungan
bagi calon TKI yang diberangkatkan keluar negeri oleh P3TKIS, meliputi kegiatan
sebelum pemberangkatan (pra penempatan), selama masa penempatan di luar negeri,
dan sampai dengan kembali ketanah air (purna penempatan). Untuk selanjutnya,
TKI yang bekerja di luar negeri secara perseorangan berhak untuk memperoleh
perlindungan dari Perwakilan RI.
C.
Hukuman Mati
TKI di Luar Negeri
Kementerian Luar Negeri
akan tetap memperhatikan perlindungan bagi sekitar 1,5 juta tenaga kerja
Indonesia (TKI) yang saat ini bekerja di Arab Saudi. Ini dilakukan walau Arab
Saudi akan memberlakukan moratorium pemberian visa kerja kepada TKI per 2 Juli 2011.
Saat ini terdapat 2,1
juta TKI dari total 3,4 warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar
negeri. Di antaranya sekitar 1,5 juta diperkirakan berada di Arab Saudi.
Apalagi saat ini ada negosiasi antara Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi
terkait isu perlindungan TKI. Perwakilan kedua negara masih membahas mengenai
inti permasalahan yang akan dimasukkan dalam kesepakatan yang baru nanti.
Dari sisi pemerintah
menginginkan ada kejelasan mengenai perlindungan TKI. Pemberian libur satu hari
setiap minggu, paspor dipegang pekerja, dan ada standar minimal gaji yang
diterima TKI. Pemerintah Indonesia juga menginginkan pencantuman deskripsi
kerja jelas yang harus dikerjakan TKI selama berada di rumah majikan. Selain
itu juga ada satuan tugas bersama di antara kedua negara yang bertugas memantau
pelaksanaannya.
Sementara itu, Kepala
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) mengatakan bahwa
setiap ada kasus atau masalah yang menimpa TKI di luar negeri, termasuk di Arab
Saudi, pemerintah selalu proaktif untuk membela. Tak terkecuali untuk TKI yang
bekerja di Saudi secara ilegal atau nonprosedural. Untuk meminimalisasi
kasus-kasus yang dihadapi TKI, khususnya TKI wanita yang bekerja di sektor
rumah tangga, pemerintah melakukan pengetatan prosedur penempatan TKI.
Anggota Satgas Perlindungan TKI yang
baru dibentuk presiden segera berangkat ke Arab Saudi untuk mengupayakan
pengampunan untuk menyelamatkan TKI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.
TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia dan Arab Saudi diperkirakan 200
orang di mana 70 persen kasus narkoba, 28 persen terkait kasus pembunuhan dan
dua persen kasus lainnya.
Nasib tragis yang dialami Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri seakan tak pernah berakhir. Selain
dianiaya dan diperkosa, ancaman hukuman rajam, bahkan hukuman mati menghantui
mereka. Setelah Ruyati, masih ada 200 WNI pemburu devisa yang terlibat berbagai
kasus di sejumlah negara, seakan menanti maut. Mereka saat ini menanti uluran
tangan untuk bebas dari giliran hukuman gantung maupun pancung.
Ada sekitar 5 juta WNI yang tinggal
dan bekerja di luar negeri. Dari jumlah itu sebenarnya TKI yang betul-betul
bermasalah hanya sedikit. Mereka tersebar di sejumlah negara seperti Arab
Saudi, RRC, Singapura dan Malaysia. Sebagian dari WNI yang terancam hukuman
mati di luar negeri berhasil dibebaskan. Ada juga yang memperoleh pengurangan
hukuman atau ampunan. Sebab pemerintah terus berupaya memperjuangkan nasib
mereka.
Perwakilan
RI yang ada di empat negara tersebut akan mengawal mereka dalam proses hukum di
pengadilan. Berdasarkan data yang ada, jumlah WNI mencapai 3.353.631 orang,
terdiri dari TKI 2.029.528 orang, profesional 269.400 orang, Anak Buah Kapal
(ABK) 198.461 orang, pelajar 660.746 orang dan WNI yang menikah dengan warga
negara asing 190.496 orang.
Untuk
menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) diperlukan sebuah manajemen yang perlu
diperhatikan, agar tidak menjadi problem dalam melaksanakan tugas menjadi
seorang TKI. Banyak tenaga kerja Indonesia yang illegal karena tidak
mengindahkan syarat-syarat menjadi seorang TKI, dokumen wajib calon TKI,
pendidikan dan pelatihan, perjanjian kerja.
1.
Syarat menjadi
TKI:
a.
berusia
sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon TKI yang akan
dipekerjakan pada Pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 ( dua
puluh satu) tahun
b. sehat
jasmani dan rohani;
c.
tidak dalam
keadaan hamil bagi calon tenaga kerja perempuan; dan
d. berpendidikan
sekurang-kurangnya lulus Sekolah Dasar atau yang sederajat.
2. Dokumen
wajib calon TKI:
a.
Kartu Tanda
Penduduk, Ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran atau surat keterangan
kenal lahir;
b. Surat
keterangan status perkawinan bagi yang telah menikah melampirkan copy buku
nikah;
c.
Surat
keterangan izin suami atau istri, izin orang tua, atau izin wali;
d. Sertifikat
kompetensi kerja;
e.
Surat
keterangan sehat berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi;
f.
Paspor yang
diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat;
g. Visa kerja;
h. Perjanjian
penempatan kerja;
i.
Perjanjian
kerja, dan
j.
KTKLN (Kartu
Tenaga Kerja Luar Negeri) adalah kartu identitas bagi TKI yang memenuhi
persyaratan dan prosedur untuk bekerja di luar negeri.
3. Pendidikan
dan Pelatihan:
a.
Calon TKI
wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja sesuai dengan persyaratan jabatan.
b. Dalam hal
TKI belum memiliki kompetensi kerja dalam pelaksana penempatan TKI swasta wajib
melakukan penddikan dan pelatihan sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan.
Pendidikan dan pelatihan kerja bagi
calon TKI dimaksudkan untuk:
1)
membekali, menempatkan
dan mengembangkan kompetensi kerja calon TKI;
2)
memberi
pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, kondisi, adat istiadat, budaya
agama, dan risiko bekerja di luar negeri;
3)
membekali
kemampuan berkomunikasi dalam bahas negara tujuan; dan
4)
memberi
pengetahuan dan pemahaman tentang hak dan kewajiban calon TKI/TKI.
4.
Perjanjian
Kerja:
a.
Hubungan
kerja antara Pengguna dan TKI terjadi setelah perjanjian kerja disepakati dan
ditandatangi oleh para pihak.
b.
Setiap TKI
wajib menandatangani perjanjian kerja sebelum TKI yang bersangkutan
diberangkatkan ke luar negeri.
c.
Perjanjian
kerja ditanda tangani di hadapan pejabat instansi yang bertanggungjawab di
bidang ketenagakerjaan.
D. Perlindungan
TKI di Luar Negeri
Perlindungan
TKI adalah segala upaya perlindungan atas kepentingan calon TKI/TKI dalam
mewujudkan pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.
Perlindungan buruh migran diatur
dalam Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan
Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights
of All Migrant Workers and Members of Their Families) 1990. Di samping itu ada
konvensi internasional lainnya. Sedangkan perlindungan terhadap TKI diatur
dalam UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
di Luar Negeri, namun UU ini lebih banyak mengatur prosedural dan tata cara
penempatan TKI ke luar negeri, dan hanya sedikit mengatur hak-hak dan jaminan
perlindungan hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya. Selain itu
perlindungan terhadap buruh migran diberikan pemerintah berdasarkan konstitusi
negara, sebagaimana dilakukan oleh Departemen Luar Negeri (Deplu) RI.
1.
Perlindungan Buruh Migran Berdasarkan Konvensi 1990
Buruh migran menurut konvensi
ini adalah seseorang yang akan, tengah atau telah melakukan pekerjaan yang
dibayar dalam suatu negara dimana dia bukan menjadi warga negaranya. Konvensi
ini mengakui dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak dasar dari buruh
migran yang berlaku bagi semua buruh migran (yang berdokumen atau tidak) dan
anggota keluarganya dan bersifat non diskriminasi.
2. Perlindungan
WNI dan Badan Hukum Indonesia
Hal ini menjadi bagian dari
program kerja dan menjadi tanggung jawab Departemen Luar Negeri (Deplu) RI. Perlindungan
terhadap TKI dilakukan melalui:
·
Pendekatan
politis, melakukan dan membuat perjanjian kerjasama antar pemerintah dari
negara penerima TKI, sesama negara pengirim tenaga kerja,
·
Pemberian
bantuan kemanusian, hal ini lebih banyak diberikan kepada TKI yang sedang
menjalani proses peradilan di negara setempat karena dituduh melakukan tindak
pidana. Perlindungan ini dilakukan dengan mengunjungi secara periodik,
pemantauan serta memberikan dukungan moril kepadanya. Selain itu juga memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari selama dalam proses peradilan, menyediakan
rohaniawan dan pelayanan kesehatan/psiko sosial, serta membantu pemulangan ke
tanah air;
·
Bantuan
hukum (pendampingan; konsultasi hukum; bertindak sebagai mediator dalam
menyelesaikan perselisihan perburuhan antara TKI dengan pengguna; menyediakan
advokat).
3. Perlindungan
TKI berdasarkan Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia
Hak-hak
asasi manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum supaya orang tidak akan
terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang
penindasan, pembangunan hubungan persahabatan antara negaranegara perlu
digalakkan.
Selain itu,
dalam Pasal 5 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
“Tidak
seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan
atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.”
Pada pasal 6
Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
“Setiap
orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana saja ia
berada.”
Pada pasal 7
Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
“Semua orang
sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa
diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk
diskriminasi yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala
hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam itu.”
Pada Pasal 8
Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
“Setiap
orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten
untuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh
undang-undang dasar atau hukum.”
Pada Pasal 9
Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
“Tak seorang
pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang.”
Pada Pasal
13 Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa :
a. “Setiap
orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap
negara.”
b. “Setiap
orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan
berhak kembali ke negerinya.”
4. Perlindungan
TKI Berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2004
Sementara
jika kita lihat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyatakan
bahwa :
a.
Pemerintah
bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
b. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat
melimpahkan sebagi wewenangnya dan/atau tugas perbantuan kepada pemerintah
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada Pasal 6
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa :
“Pemerintah
bertanggungjawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri.”
Pada Pasal 7
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa :
Dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan
Pasal 6 Pemerintah berkewajiban:
a.
Menjamin
terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang bersangkutan berangkat melalui
pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;
b. Mengawasi
pelaksanaan penempatan calon TKI;
c.
Membentuk
dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri;
d. Melakukan
upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara
optimal di negara tujuan; dan
e.
Memberikan
perlindungan kepada TKI selama masa sebelumnya pemberangkatan, masa penempatan,
dan masa purna penempatan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke
Negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan
Pemerintah RI atau ke negara tujuan yang mempunyai Peraturan Perundang-undangan
yang melindungi tenaga asing. Atas pertimbangan keamanan, Pemerintah menetapkan
negara-negara tertentu tertutup bagi penempatan TKI, antara lain negara tujuan
dalam keadaan perang, bencana alam, atau terjangkit wabah penyakit menular.
Khusus untuk penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan tertentu diatur
tersendiri, misalnya pekerjaan sebagai pelaut.
Hak-hak dasar yang melekat pada induvidu sangat dilindungi
di mata hukum, sehingga berbagai permasalahan penganiayaan TKI di luar negeri
yang terjadi, pada dasarnya sangat bertentangan dengan apa yang dipaparkan
dalam Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Dan pemerintah harus
bertindak tegas dalam permasalahan yang semakin terlarut-larut ini demi
menegakkan dan memperjuangkan hak asasi bangsa Indonesia di mata dunia.
Pemerintah telah mengeluarkan perundang-undangan untuk
menjamin perlindungan TKI seperti UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang lantas
mendorong pemberlakukan UU No. 39/2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan TKI
di Luar Negeri (UU PPTKILN) sudah berusaha untuk memfasilitasi
"kepentingan" TKI pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Shandra Ardiansyah, Pendidikan Administrasi
Perkantoran FIS UNY. 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar